Mendampingi dan
melayani suami memang sudah menjadi tanggung jawab dari seorang istri. Bisa
selalu berkumpul dengan suami tentu menjadi harapan dan dambaan para istri. Namun, tak demikian halnya dengan para wanita yang
tergabung dalam Persatuan Istri Tentara (Persit) Kartika Chandra Kirana yang
sudah harus siap jika sewaktu-waktu suami mereka mendapat perintah mengemban
tugas negara.
Yaaaa...itulah yang sedang saya alami sekarang. Tepat tanggal 20 Juli 2011, seorang prajurit TNI AD meminang saya untuk menjadi istrinya. Secara otomatis saya pun menjadi seorang anggota Persit Kartika Chandra Kirana. Menjadi seorang istri prajurit tidaklah mudah. Baru mengurus surat ijin nikah saja dari Komandan, susahnya minta ampun. Di sinilah kita sebagai istri dilindungi. Itulah yang menjadikan saya bangga menjadi seorang istri tentara, yang tidak semua wanita menyandangnya.
Sebelum menjadi anggota Persit, saya bebas berbuat sesuka hati. Sekarang, secara
tiba-tiba mau tidak mau saya harus mengikatkan diri dengan aturan-aturan yang berlaku
di satuan suami. Dari segi etika berbicara, berpakaian, bersikap, serta
bertingkah laku semua ada aturannya. Awalnya memang terasa sangat berat. Namun, dengan keikhlasan dan kemauan yang besar,
Insya Alloh semua bisa dijalani. Karena segala sesuatu yang kita jalani
dengan penuh tulus ikhlas akan berbuah kebaikan. Itulah prinsip saya.
Sebagai seorang istri prajurit, saya harus selalu SIAP jika sewaktu-waktu suami mendapat perintah mengemban
tugas negara. Empat bulan yang lalu, di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, dengan wajah penuh air mata kesedihan dan segenap doa, kami melepas KRI Teluk Bone-511 yang membawa suami beserta seluruh satgas Yonif 407/Pk menuju pulau Borneo. Demi menjaga kedaulatan NKRI, saya rela melepas suami tercinta untuk pergi bertugas ke pulau seberang.
Hidup sendiri di kampung orang, jauh dari sanak keluarga merupakan hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dalam hati dan pikiran saya. Saat-saat seperti inilah saatnya fisik, mental, serta pikiran saya diuji. Sebelumnya ada suami yang setiap hari selalu menemani, siap mengantar serta menuruti semua permintaan saya. Sekarang, semuanya harus dilakukan sendiri, butuh apa-apa harus dicari sendiri. Namun, dibalik semua itu saya belajar untuk menjadi seorang pribadi yang mandiri, tidak manja, dan tangguh. Pesan suami yang selalu terngiang-ngiang dalam hati dan pikiran saya adalah "jadi seorang istri tentara itu harus pemberani dan mandiri. Serta harus pandai membawa diri dalam segala situasi".
Selama ditinggal tugas, waktu memang terasa begitu lama berjalan. Dari detik ke menit, menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu, minggu ke bulan begitu seterusnya merupakan saat-saat yang paling menjemukan. Ibaratnya menunggu sehari bagaikan setahun. Itu yang saya rasakan. Tapi....saya bersyukur karena banyak kegiatan yang bisa dilakukan di Persit. Mulai dari kegiatan olahraga, senam aerobik, latihan menari serta pengajian yang secara rutin diadakan di sini. Ada kalanya saat titik jenuh menghinggapi, ingiiiiiiin rasanya lari dari kenyataan ini. Yaaa....cape fisik, hati dan pikiran sangat-sangat terasa. Namun kembali lagi, kalau semua itu dijalani dengan penuh keikhlasan, semua akan terasa ringan dan begitu menyenangkan.
Banyak yang bisa saya dapatkan selama menjadi anggota Persit. Ilmu, pengalaman, pembelajaran, kemajuan serta yang paling penting adalah keluarga baru, saya dapatkan di sini. Selalu saja ada yang kita korbankan demi mendapatkan sesuatu yang baru yang belum pernah kita punya sebelumnya.
Sekarang sudah separuh jalan. Berharap 3 bulan mendatang, kami bisa menyambut separuh jiwa kami itu kembali... tentunya dengan perasaan penuh suka cita, air mata kebahagiaan dan setumpuk rindu yang mengggunung.
Baik-baik sayaaaaaang,,,
Miss you so much honey.....
Doa kami selalu menyertaimu